Oleh : Yudi Irfansyah
Yakinlah bahwa jikalau hati kita jernih, bening, dan tulus maka wajah juga akan enak dipandang, akan ada suatu kesan tersendiri yang lain dari yang lain. Mungkin wajahnya tidak cakep, tidak jelita, mungkin kultinya hitam, mungkin hidungnya tidak begitu mancung, mungkin alisnya kurang begitu simetris, mungkin di wajahnya ada kekurangan, katakanlah ada cacatnya tapi tidak bisa dipungkiri bahwa kalau hatinya bening, jernih, dan tulus ia akan senantiasa memancarkan sinar keindahan, kesejukan dan kenyamanan.
Orang yang hatinya bersih akan tercermin pula dari kerapihan dan kebersihan di lingkungan sekitarnya. Kita sepakat bahwa kumal, kusut, kotor, dan bau adalah perilaku yang tidak kita sukai. Kenapa sih tidak kita sisir rambut kita dengan rapi, padahal bisa lebih rapih dan lebih tertib ?! Bukan tidak boleh punya rambut bermode, tapi yang lebih penting adalah bagaimana ketika orang lain melihat penampilan kita pikirannya tidak menjadi jelek.
Ketika suatu waktu lewat di depan Taman Kota, terlihat ada sekelompok pemuda dengan potongan rambut landak gaa Duran-Duran, Punk, dan ada juga yang dicat pirang. Tentu saja ini akan membuat orang lain berpikir jelek tentang mereka.
Maka pastikan rambut kita selalu tersisir rapih. Pada kaum laki-laki, tidak usah diperbudak oleh mode. Intinya, kalau orang lain melihat penampilan kita, orang itu menjadi cerah, tentram, senang, dan merasa aman. Tidak usah pula centil dengan menempelkan segala atribut, gambar tempel, atau juga tanda jasa supaya orang lain tahu siapa kita. Buat apa? Semuanya harus wajar, proporsional, dan tidak berlebih-lebihan.
Bagi seorang wanita yang memiliki hati bersih akan terpancar pula dari penampilannya yang tidak over acting, tidak berdandan mencolok, semuanya serba wajar dan proporsional. Hal ini menjadikan orang yang melihatnya juga menjadi enak, wajar dan normal, walaupun tidak dipungkiri bahwa setiap orang punya standard penilaian yang berbeda-beda. Namun yang terpenting adalah penilaian menururt ALLAH S.W.T. Kalau orang-orang yang berpenyakit hati kadang-kadang penilaiannya selalu negatif, walau sebenarnya kita sudah melakukan yang terbaik.
Pancaran bersih hati lainnya akan tampak terealisasikan pula dari struktur bibir atau senyuman. Pastilah kita akan enak kalau melihat orang lain senyum kepada kita dengan tulus, wajar dan proporsional. Dan senyum itu bukanlah perkara mengangkat ujung bibir -- itu perkara tipu-menipu -- tapi yang paling penting adalah keinginan dari dalam diri untuk membahagiakan orang yang ada di sekitar kita, minimal dengan sesungging senyuman. Dan tentu saja dilanjutkan dengan sapaan tulus, ucapan salam "Assalaamu'alaikum", menyembul dari hati yang ikhlas, insyaallah ini akan membuat suasana menjadi lebih enak, tentram, dan menyenangkan.
Suatu yang patut kita renungkan, saat duduk di mesjid sewaktu shalat berjemaah atau juga acara majelis taklim, kadangkala kita suka enggan menyapa orang di samping kita, sepertinya ada tabir atau benteng yang kokoh menghalang. Padahal yakin sama-sama umat Islam, yakin sama-sama mau sujud kepada ALLAH. Kalau kita ada dalam kondisi seperti ini seharusnya tidak usah berat untuk menyapa duluan. Kenapa kita ini ingin disapa lebih dulu? Etikanya memang, yang muda kepada yang tua, yang berdiri kepada yang duduk, yang datang kepada yang diam. Namun sebaiknya mumpung kita punya kesempatan, lebih baik kita duluan yang menyapa.
Kalau kita sebagai bapak, saat pulang kerja ke rumah cobalah terbarkan salam, "Assalaamu'alaikum anak-anakku sekalian!" dibarengi senyuman ramah dan belaian sayang, daripada marah-marah, "Anak-anak diam, Bapak lagi capek! Seharian Bapak membanting tulang memeras keringat, tiada lain hanya untuk menghidupi kalian tahu?".
Wah, kalau begini pastilah anak-anak tidak akan merasa aman.
Juga para bos, pimpinan, direktur, manager, ketua kelas, wali kelas, atau siapa saja yang jadi atasan, jangan sampai seperti monster. Apa itu monster? Yaitu makhluk yang kehadirannya ditakuti. Kalau kita datang orang jadi tegang, panik, jantung berdebar-debar kencang, dibarengi badan yang berguncang hebat, ini berarti ada yang salah dalam diri kita. Maka, sudah seharusnya sapaan kita itu tidak hanya mengoreksi, mengkritik, tapi juga berupa penghargaan, pujian, ucapan-ucapan doa yang tidak harus ada hubungannya dengan masalah pekerjaan. Artinya kalau orang lain bertemu kita, haruslah orang lain itu merasa aman.
Kalau mau bicara, sapaan kita juga harus aman, harus bersih dari membuat orang lain terluka. Pokoknya kalau orang lain datang, orang itu harus merasa aman. Ini ciri-ciri orang yang pengelolaan Qalbunya sudah bagus. Kata-kata, lirikan mata, sikap diri kita harus kita atur sedemikian rupa sehingga mampu memberikan kebahagiaan bagi orang lain, sebab hati tidak bisa disentuh kecuali oleh hati lagi.
Cobalah Bapak-bapak dan Ibu-ibu, anak-anak kita harus merasa aman dekat denga kita. Jangan sampai ketika dekat kita, mereka merasa ketakutan, tidak aman, hingga akhirnya mereka mencari rasa aman dengan orang-orang di luar kita, yang belum tentu berperilaku baik. Para guru jangan sampai membuat panik para muridnya. Ketika lonceng tanda masuk berdentang, haruslah murid merasa bahagia. Itu sukses. Jangan sampai sebalikna, ketika kita masuk semua menjadi panik.
Sudah seharusnya menjadi cita-cita jauh di lubuk hati kita yang terdalam untuk menekadkan diri menjadi seorang pribadi bersih hati yang selalu dicintai dan dinanti kehadirannya. Karena sungguh akan sangat berbahagia bagi orang-orang yang sikapnya, tingkah lakunya, membuat orang disekitarnya merasa aman. Karena perilaku kita adalah juga cerminan kondisi Qalbu kita. Qalbu yang bening, maka tingkah lakunya akan bening menyenangkan pula. Hal ini tiada lain buah dari pengelolaan Qolbu yang benar, Insyaallah.
“Semoga Bermanfaat”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar